What You Can't See

Kau tahu bahasa cinta itu seperti apa wujudnya? Kadang ia menjelma hal-hal yang tak kasat mata; kadang berupa sebuah senyum meski sebenarnya ada sesak paling hebat yang disembunyikan, kadang berupa doa-doa yang tak terdengar tapi sampai ke langit. Cintaku untukmu memang terkesan seperti tidak nyata, namun jauh dari hal-hal yang bisa kau lihat dan dengar ia nyata. Sangat nyata.


Doaku ketika jatuh cinta padamu begitu menggebu "tuhan, jika dia memang untukku dekatkan, jika tidak maka jauhkan dengan cara yang baik" ku pikir tuhan menjawabnya dengan cara mendekatkan kita. Kedekatan yang semakin hari 'mungkin' semakin tidak biasa, ternyata membuatku sedikit besar kepala. Kukira atas dasar percaya dan keyakinan yang ada kau memang sosok yang akan menemaniku tumbuh sampai akhir.


Ternyata aku salah.


Semakin banyak waktu yang kita punya, aku berusaha mengenalimu dengan baik. Sedikit demi sedikit aku berusaha memahami setiap bahasa sikapmu, lalu dari semuanya aku sadar ada beberapa hal yang pada akhirnya adalah potongan-potongan jawaban yang sebenarnya jawaban yang selama ini menjadi doaku; namun entah bagaimana tak pernah kusadari dengan baik.


Aku dilema; satu titik aku berusaha tetap meyakininya, dan pada titik yang lain aku meragukannya.


Aku bingung.

Aku takut, dan sialnya yang paling kubenci adalah kenyataan bahwa aku belum benar-benar siap.


Sejak itu doaku berubah "tuhan, jika memang pada akhirnya semua tidak seperti apa yang selalu menjadi harapanku; maka ketika waktunya benar-benar tiba, entah aku atau dia yang akan menjadikannya tidak baik, tolong kuatkan hati kami untuk ikhlas menerima ketetapan-Mu, pun jangan biarkan rasa sesal tumbuh di hati kami". 


Seperti kayuhan sepeda, semakin kau ulang kayuhannya maka kau akan sampai tujuan. Begitu kiranya yang kupahami saat ini, doa yang selalu kuulang membawaku pada titik ini.


Kehilanganmu.


Ah, maksudnya aku tidak benar-benar kehilangmu. Hanya saja aku melepaskan kebiasan-kebiasan yang selalu kulakukan bersamamu; tidak ada lagi suaramu, tidak ada lagi senyummu, bahkan tidak lagi kudapati percakapan tidak penting seperti biasanya.


Keakraban yang sempat ada, kini asing; sangat asing. Aku kehilangan semuanya. Hadirmu.

Kebiasaan kita.



Bukankah lucu?

Sejak awal aku salah memahami, tapi aku tetap keras kepala berusaha, nyatanya memang ada beberapa hal yang mau sekeras apapun kuusahakan tetap tidak bisa berubah hasilnya.


Meski terasa sulit dan tidak baik-baik saja awalnya, sekarang ketika kuulang ceritanya; aku sudah baik-baik saja.

Kau sudah kuikhlaskan sepenuhnya.

Tapi aku tetap masih boleh rindu kan?


Komentar