Seno
Gumira Ajidarma lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958; umur 58 tahun adalah penulis dari
generasi baru di sastra Indonesia. SGA adalah putera dari Prof. Dr. M.S.A Sastromidjojo, seorang guru
besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, beliau dibesarkan di Yogyakarta.
Tapi lain ayah, lain pula si anak. SGA bertolak belakang dengan pemikiran sang
ayah. Meskipun nilai untuk pelajaran ilmu pasti tidak jelek, tetapi beliau
tidak suka pelajaran aljabar, ilmu ukur, dan berhitung. Sastrawan satu ini
merupakan sosok pembangkang, setelah lulus SMP, beliau tidak mau sekolah.
Terpengaruh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang
asal Jerman Karl May, ia pun mengembara mencari pengalaman. Selama tiga bulan,
ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatera. Sampai akhirnya jadi buruh
pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, ia meminta uang kepada ibunya.
Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka, Seno pulang dan menuruskan
sekolah. Beliau juga ikut teater Alam pimpinan Azwan A.N selama dua tahun. Sejak
saat itu ia terus terlibat dalam dunia kesenian. Seno memulai kegiatan
sastranya dengan menulis puisi,, cerita pendek, baru kemudian menulis esai.
Pada
tahun 1977 di usia 19 tahun, Seno pindah ke Jakarta dan melanjutkan kuliahnya
di Departemen Sinematografi Lembaga Kesenian Jakarta (kini IKJ, Institut
Kesenian Jakarta). Pada tahun 1977 Seno mulai bekerja sebagai wartawan lepas
pada surat kabar Merdeka. Tidak lama kemudian, ia menerbitkan majalah kampus
yang bernama Cikini dan majalah film
yang bernama Sinema Indonesia. Pekerjaan
sebagai wartawan dijalani Seno sambil tetap menulis cerpen dan esai. Pada awal
tahun 1992 Seno dibebastugaskan dari jabatan redaktur pelaksana Jakarta-Jakarta berkaitan dengan
pemberitaan tentang insiden Dili pada
tahun 1991. Selama menganggur, Seno kembali ke kampus, yang ketika itu telah
menjadi Fakultas Televisi dan Film, Insitut Kesenian Jakarta. Ia menamatkan
studinya dua tahun kemudian. Setelah sempat diperbantukan di tabloid Citra, pada akhir 1993 Seno
kembali memimpin majalah Jakarta-Jakarta,
yang telah berubah menjadi majalah hiburan. Kesibukan Seno sekarang adalah
membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di Pusat Dokumentasi
Jakarta-Jakarta. Juga kini ia membuat komik.
Itulah biografi singkat
Seno Gumira Ajidarma,
dalam kritik sastra kali ini saya akan mencoba mengulas tentang cerpen yang
berjudul “Saksi Mata”
karya SGA dengan pendekatan
ekspresif. Pendekatan ini saya gunakan karena dalam cerpen ini menurut saya SGA mampu mengekspresikan
dirinya kedalam cerpen yang beliau buat.
Seperti kutipan cerpen di bawah
ini:
(1)
“Saksi mata itu datang tanpa mata. Ia berjalan tertatih-tatih
di tengah ruang pengadilan dengan tangan meraba-raba udara. Dari lobang
pada bekas tempat kedua matanya mengucur darah yang begitu merah bagaikan tiada
warna merah yang lebih merah dari merahnya darah yang mengucur perlahan-lahan
dan terus menerus dari lobang mata itu.”
Pada kutipan ini penulis mampu menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang merupakan bagian dari dunia sastra, dimana Beliau pernah menunjukkan
kegemarannya pada dunia sastra sejak beliau masih remaja.
Berikutnya pada kutipan cerpen dibawah ini:
(1) “Darah membasahi pipinya membasahi bajunya membasahi celananya,
membasahi sepatunya dan mengalir perlahan-lahan di lantai ruang pengadilan yang
sebetulnya sudah dipel bersih-bersih dengan karbol yang baunya bahkan masih tercium oleh para
pengunjung yang kini menjadi gempar dan berteriak-teriak dengan emosi meluap-luap
sementara para wartawan yang selalu menanggapi peristiwa menggemparkan dengan
penuh gairah segera memotret Saksi Mata itu dari segala sudut sampai
menungging-nungging sehingga lampu kilat yang berkeredap membuat suasana makin
panas.”
(2)
“Dengan sisa semangat, sekali lagi ia ketukkan palu, namun
palu itu patah. Orang-orang tertawa. Para wartawan, yang terpaksa menulis
berita kecil karena tidak kuasa menulis berita besar, cepat-cepat memotretnya.
Klik-klik-klik-klik-klik! Bapak Hakim Yang Mulia diabadikan sedang memegang
palu yang patah.”
Dari kedua kutipan di
atas penulis mampu mengekspresikan diri sebagaimana
profesi seorang wartawan. Hal
tersebut pula didasari, bahwa penulis juga seorang wartawan yang bekerja sebagai wartawan lepas pada sebuah surat kabar, pada tahun
1977. Juga pada kutipan kedua penulis menggambarkan kegiatan yang masih digeluti
oleh beliau hingga saat ini yaitu memotret.
Selanjutnya pada kutipan cerpen dibawah ini:
(1)
“Dalam perjalanan pulang, Bapak Hakin
Yang Mulia berkata pada sopirnya,“Bayangkanlah betapa seseorang harus
kehilangan kedua matanya demi keadilan dan kebenaran. Tidakkah aku sebagai
hamba hukum mestinya berkorban yang lebih besar lagi?”
(2)
“Darah masih mengalir perlahan-lahan tapi terus menerus
sepanjang jalan raya samapi kota itu banjir darah. Darah membasahi segenap
pelosok kota bahkan merayapi gedung-gedung bertingkat sampai tiada lagi tempat
yang tidak menjadi merah karena darah. Namun, ajaib, tiada seorang pun
melihatnya. Ketika hari sudah menjadi malam, saksi mata yang sudah tidak
bermata itu berdoa sebelum tidur. Ia berdoa agar kehidupan yang fana ini
baik-baik saja adanya, agar segala sesuatu berjalan dengan mulus dan semua
orang berbahagia.”
Penulis mampu mengkritisi
pemerintahan, dan memaparkan pandangannya pada pemerintahan. Wujud dari ekspresi
terhadap situasi dan keadaan yang terjadi dimasyarakat, hal ini didasari oleh
profesi Penulis yang pernah menjadi pimpinan
pada surat kabar dan juga seorang penulis cerpen serta esai.
Itulah
beberapa kutipan cerpen yang bisa saya kaitan dengan kehidupan si penulis. Seno
Gumira menyampaikan ceritanya dengan matang, meskipun cara penyampaiannya agak sulit dipahami oleh pembaca awam, akan tetapi pembaca bisa memahami maksud dari
cerpen tersebut apabila sudah membacanya berulang kali.
Selain itu temanya juga mengangkat kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan
kondisi Negara kita saat ini. Meskipun ia tidak menyinggung secara langsung
objek yang ditujunya, akan tetapi disitulah letak kelebihan dari cerpen ini.
Nb: Bagian Tugas Kritik & Esai
Komentar
Posting Komentar