Hallo, kisah baik.

Untuk kisah baik yang terpaksa harus kusudahi meski harus berdarah-darah.

Tulisan ini kubuat sebagai mesin waktu yang barangkali nanti tanpa sengaja terlupakan, bahwasannya hari ini aku pernah ada pada keadaan harus memaksa hatiku berhenti menyayangi sosokmu, meski nyatanya aku tidak ingin, meski harus berkali-kali kutikam hatiku untuk tidak lagi denganmu. Aku tau kamu akan benci ketika tau aku selemah ini, kamu tidak suka aku menangis bukan?

Kamu tau kenapa aku bisa sebegini hancurnya? Entahlah aku pun tidak begitu paham, yang kutau tidak pernah aku seyakin dan sepercaya ini pada seseorang, lalu ketika percaya itu tidak dijaga dengan baik aku jatuh, patah, dan hancur berantakan, salahku memang menggantungkan seutuhnya percaya pada seseorang.

Kita sudah sejauh ini sekarang, sangat jauh. Kita berakhir bahkan sebelum semuanya benar-benar kita mulai. Kamu tau hingga detik ini aku masih tidak percaya bahwa aku tidak pernah kamu sayangi setulus-tulusnya aku menyayangimu, kenyataan yang masih kusangkal kebenarannya; barangkali selama ini kamu hanya terlalu takut, barangkali kamu hanya ingin sembunyi dari semua perasaan yang ada, barangkali juga kamu hanya tidak siap untuk semua hal-hal yang kamu cemas dan takutkan? Entahlah, aku tidak pernah benar-benar tau isi kepalamu, pun isi hatimu. Kamu terlalu banyak menyimpannya sendiri, tidak ingin memberi ruang untuk berbagi. Hingga melahirkan begitu banyak pertanyaan di kepala yang bahkan belum sempat kuutarakan;

Sejauh ini tidak pernah benar-benar ada kita?
Menyenangkan ya melihat semua kebodohanku?
Apa aku memang tidak pernah sedikitpun disayangi olehmu?
Tidakkah melelahkan berpura-pura membahagiakan sementara kamu tidak ikut bahagia?

Bahkan setelah semua ini untuk membenci atau marah pun aku tidak bisa, rasanya aku tidak punya hak untuk itu. Bagiku kamu tetaplah orang baik bahkan terbaik dari yang pernah ada. Kamu boleh saja mengatakan semua ini berlebihan, tak apa. Kamu hanya tidak tau sebesar apa perasaan yang kupunya, sehingga sakit yang aku rasakan pun tidak lagi mampu ku definisikan dengan baik.

Perihal akhir, sudah kuikhlaskan, sungguh.
Hanya saja aku masih belum bisa berdamai dengan keadaan, aku belum bisa terbiasa merelakan semua kebiasaan-kebiasaan yang pernah kita jalani.

Untuk kisah baik yang terpaksa kusudahi;
Maaf jika pada kenyataannya selama ini aku lah penyebab utama kamu melakukan semua kepura-puraan ini, maaf untuk semua perasaanku yang mungkin membebanimu, maaf karena demi menjaga perasaan kamu terpaksa menjadi pembohong.

Terimakasih untuk setiap hal baik yang selalu kamu berikan, terimakasih untuk selalu menjadi pendengar atas setiap keluh dan kesah, terimakasih untuk dua tahun yang membahagiakan; berkatmu aku ditempa untuk benar-benar menjadi perempuan kuat.

Sebelum tulisan ini berakhir, aku cuma mau mengatakan aku beruntung; beruntung karena diberi kesempatan untuk mengenalmu, beruntung karena diizinkan untuk mejadi bagian dari hari-harimu yang tidak singkat.

Berbahagialah, semoga kamu selalu dipeluk kebaikan.


Tertanda,
Perempuan cengengmu.

Komentar