Tulisan ini tentang tuan bertubuh puisi, saya senang
menjebak diri sendiri di dalam tubuhmu; yang setiap bagiannya merupakan bentuk
dari kecemasan yang tidak mampu saya utarakan, rindu yang tak sanggup saya lisankan,
sedih pun bahagia yang tak terlukiskan.
Sebelumnya saya tak pernah membenci sebuah hening,
tapi kali ini saya benci diam kita yang mengalahkan heningnya malam. Adakah
sikap saya membuatmu risih, hingga kamu enggan berucap bahkan menatap? Kamu
bukan bacaan yang bisa saya baca, kamu bukan tebak-tebakan yang bisa saya
terka, dan saya bukan cenayang yang bisa memahami isi kepalamu tanpa kamu bicara.
Saya menghargai diammu, tapi sekali lagi, saya merasa
ada yang berbeda; diammu kali ini tidak seperti biasa, siapa yang datang?
Saya berkabar pada langit doa, tentang diammu yang
sulit dicerna.
Bukankah kita sepakat, tidak akan pergi tanpa aba-aba.
Lantas jika ada yang mengganjal, katakan saja.
Biar kita urai bersama.
Jika sebab diammu adalah saya, apalagi yang bisa saya
lakukan?
Bukankah lebih baik saya tidak ada, lebih baik saya
pergi bukan?
Tapi jika sebab diammu adalah bukan saya, bisakah kamu
ceritakan perihal apa? Jika kamu sedang tidak baik-baik saja, bicaralah, saya
akan jadi pendengar yang baik untukmu. Jika kamu takut akan menyakiti sebab
emosi yang tak terkendali, tak apa saya akan baik-baik saja, saja janji. Bagi
saya lebih baik mendengar caci maki ketimbang diammu yang tak terdefinisi. Tolong
ajak saya melerai segala resah yang sedang kamu genggam, mungkin saya tidak
akan banyak membantumu, tapi setidaknya kamu tahu saya akan selalu ada, bahkan
di saat terburuk. Saya ingin jadi sosok yang kamu percaya, saya ingin jadi
seseorang yang kamu butuhkan, saya ingin jadi teman tumbuh yang baik untukmu.
Jadi, sudahkah tuan ingin bersuara?
-mustikarmdn-
2019 ganti presiden
BalasHapus