No Title Needed, Just a Big Hug



Hampir seratus dua puluh menit berlalu, namun gemuruh didadaku belum juga mereda. Entah apa yang sedang mengganggu, resah masih betah menetap di ruang antah berantah. Memang hanya gemuruh kecil, namun adanya tak kunjung menemui titik akhir. Keberadaannya membawa mendung yang tiba-tiba memaksa langitku ingin menumpahkan rintik pada kelopaknya. Ada apakah denganku?  Rindukah? Mungkin benar ini ulah rindu. Ah, bicara rindu, rindu itu kejam ketika berteman dengan jarak. Bagaimana bisa mereka berteman dengan sangat akrab? Ketika jarak memaksa jutaan temu untuk terus menunggu, pada saat yang sama rindu hadir dengan sangat tidak manusiawi. Adakah yang lebih tabah dari rindu tanpa pelukan temu? Aku rindu. Aku rindu ketika kepalaku penuh dengan kecamuk badai yang tak menentu, pelukannya yang hangat seketika melegakan, sorot mata teduhnya menenangkan. Bu, anakmu rindu.
Bolehkah sejenak aku pulang, merasakan hangatnya pelukanmu lagi, Bu?





Ditulis dengan ditemani gemuruh di luar, pun gemuruh di dalam yang tak kunjung reda. (Pekanbaru, 21:55)

Komentar

Posting Komentar