TUGAS UAS KRITIK SASTRA



Kritik Ekspresif Cerpen "PASTU" Karya Oka Rusmini

Ida Ayu Oka Rusmini atau yang lebih dikenal dengan Oka Rusmini lahir di Jakarta, Indonesia, 11 Juli 1967; umur 49 tahun adalah seorang penulis Indonesia, terutama puisi, cerpen, dan novel. Ia juga pernah menjadi seorang wartawan di Bali Pos. Oka dibesarkan dengan kultur Bali yang kuat dan tumbuh dalam lingkungan kehidupan griya yang dituntut berprilaku lebih tertib, sopan dan beradab, serta harus pandai membuat perlengkapan upacara Agama Hindu dan sebagainya. Hal itu karena ia masih keturunan Brahmana. Kakek dari pihak ibunya adalah seorang lurah pada jaman Belanda yang mahir membaca kitab-kitab kuno dan memiliki ilmu gaib.  Kakek dari pihak ayahnya adalah pembuat pratima (arca-arca Sakral). Nenek dari pihak ayahnya sangat hafal dengan sejarah griya yang juga suka bercerita tentang seluk beluk ilmu hitam.
Masa kanak-kanaknya lebih banyak dihabiskan di Jakarta. Menjelang remaja ia menetap di Denpasar, Bali. Ketika duduk di SMP 1 Denpasar, Oka telah aktif dalam kegiatan sastra di sekolahnya di bawah naungan Sanggar Cipta Budaya asuhan penyair GM Sukawidana yang juga merupakan guru Bahasa Indonesianya saat itu. Sejak SMP dan SMA, ia juga gemar menulis cerpen dan cerbung remaja yang banyak dimuat di Bali Pos. Namanya mulai dikenal publik sastra di Bali ketika ia rajin mengirimkan puisi-puisinya ke ruang sastra Bali Pos yang diasuh Umbu Landu Paranggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Udayana, ia kemudian bekerja sebagai wartawan di Harian Bali Pos. Karya-karyanya kerap bertema hal-hal yang dianggap fenomenal dan bahkan sering kali menjadi kontroversial, karena mengangkat sejumlah persoalan adat-istiadat dan tradisi Bali yang kolot dan merugikan perempuan, terutama di lingkungan griya, rumah kaum Brahmana. Ia dengan lugas mendobrak tabu, memaparkan persoalan seks dan erotika secara gamblang.
Metafora yang beraroma erotika tersebut bukanlah sesuatu yang membangkitkan syahwat kaum lelaki, melainkan lebih pada persoalan kehancuran tubuh (perempuan), ketertindasan, kekelaman, kepedihan tak terperikan, sakit hati dan dendam kesumat. Semua itu bisa di lihat dalam beberapa karyanya seperti pada petikan puisi Oka berjudul Mekatu (1999), dan dalam novelnya yang berjudul Tarian Bumi (2000), serta pada kumpulan cerpennya berjudul Sagra (2000) yang bisa menjadi semacam biografi tubuh perempuan.
Itulah biografi singkat Oka Rusmini, dalam kritik sastra kali ini penulis akan mengulas tentang cerpen yang berjudul “Pastu” karya Oka Rusmini dengan pendekatan ekspresif. Pendekatan ini penulis gunakan karena dalam cerpen ini Oka mampu mengekspresikan dirinya kedalam cerpen yang beliau buat.

Seperti kutipan cerpen di bawah ini:
(1)   “Hyang Jagat, begitu luar biasanya tubuh perempuan. Hanya untuk memuntahkan seorang manusia saja begitu sulitnya? Aku menggigil. Kubayangkan tubuhku digelendoti gumpalan daging hidup yang siap memakan seluruh isi tubuhku. Hyang Jagat. Hyang Jagat!.”
(2)   “Begitu banyak kematian memberi aroma bagi pertumbuhanku sebagai Dayu Cenana. Belum lagi kematian binatang peliharaanku, bunga-bungaku, juga beberapa teman bermain dan sekolahku. Aku tumbuh dari kematian yang datang hampir setiap tahun.”

Pada kedua kutipan di atas pengarang mampu menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang merupakan bagian dari dunia sastra, bahasa kiasan yang digunakan pun tidaklah sulit untuk dipahami. Dalam penggunaan bahasa kiasan ini dilatarbelakangi oleh kehidupan beliau yang sejak SMP sudah menggeluti dunia sastra. Beliau menunjukkan kegemarannya terhadap sastra dengan mengikuti Sanggar Cipta Budaya di bawah naungan penyair GM Sukawidana.

Berikutnya pada kutipan cerpen dibawah ini:
(1)   Hari gini asih ada sekat-sekat manusia. Kasta, derajat. Memuakkan! Hidup ini sudah rumit, kenapa masih dibuat rumit?” papar Cok Ratih santai. Cok Ratih memang bangsawan. Keluarganya tidak kurang martabat. Perempuan itu keras kepala.
(2)   “Kakiang adalah seorang lelaki tua yang sangat dihormati. Dia ahli membuat pratima, benda-benda suci yang disakralkan di pura-pura.”
(3)   “Bisik-bisik sempat kudengar, Niniku memiliki ilmu pengeleakan, ilmu hitam. Bagiku gossip itu murahan. Nini tidak pernah mengajariku hal-hal aneh.yang kutahu, entah benar entah tidak, seseorang yang memiliki ilmu pengeleakan bisa menjelma jadi api, babi, angsa, atau binatang lainnya.”
Dari kutipan di atas pengarang mampu mengekspresikan dirinya sendiri ke dalam cerpen yang dibuatnya, sebagaimana beliau yang terlahir dari keturunan Brahmana. Hal tersebut pula didasari, bahwa pengarang dibesarkan dengan kultur Bali yang kuat dan tumbuh dalam lingkungan kehidupan griya yang dituntut berprilaku lebih tertib, sopan dan beradab.  
Pada kutipan kedua dan ketiga pengarang juga mampu mengekspresikan kehidupan dirinya ke dalam cerpen ini, di mana seperti yang sudah dipaparkan dalam biografi pengarang, bahwa kakeknya adalah seorang pratima yang membuat arca-arca sakral, serta neneknya yang suka bercerita tentang seluk beluk ilmu hitam.

Selanjutnya pada kutipan cerpen dibawah ini:
(1)   Lelaki apakah yang telah dikawini sahabatku itu? Sementara Cok Ratih telah meninggalkan kebangsawanannya. Hubungan dengan keluarga besarnya pun putus karena dia menikah dengan lelaki yang tidak sederajat. Begitu banyak yang dikorbankan untuk cinta.
(2)   “Aku pernah meniramkan segelas besar wine ke wajah Pasek ketika dia berusaha memepetkan tubuhnya ke tubuhku pada acar gala dinner di sebuah perusahaan milik sahabatku.”

Dalam kutipan pertama dapat dilihat bahwa pengarang mampu memaparkan adat istiadat Bali yang masih menjadikan kasta sebagai wujud tolak ukur menentukan apapun. Wujud dari ekspresi terhadap situasi dan keadaan yang terjadi dimasyarakat Bali hingga saat ini, hal ini didasari oleh asal usul pengarang yang lahir dan dibesarkan di Bali.
Sementara itu pada kutipan kedua pengarang mampu dengan lugas mengekspresikan bagaimana kurang bernilainya wanita, serta tertindasnya wanita dalam kehidupan Bali. Wanita selalu dipandang rendah oleh kaum lelaki, pengarang juga mengekspresikan bagaimana lelaki hanya ingin memuaskan nafsu dengan cara menganggap wanita sebagai budak atau pelampiasan atas hawa nafsu yang mereka miliki.
            Itulah beberapa kutipan cerpen yang bisa penulis kaitan dengan kehidupan si pengarang. Oka Rusmini menyampaikan ceritanya dengan matang, dengan cara penyampaiannya yang mudah dipahami oleh pembaca awam sekali pun, cukup membacanya sekali saja, pembaca akan langsung memahami maksud dari cerpen tersebut. Selain itu temanya juga sangat menarik di mana pengarang mengangkat tema adat istiadat serta tradisi Bali yang masih kolot, yang memprioritaskan kasta lebih dari apapun, tetapi disitulah letak kelebihan karya-karya yang buat oleh Oka Rusmini.
 

Nb: Tugas UAS Kritik Sastra

Komentar