Aku menulis ini untukmu. Ada beberapa
hal yang tidak berani kusampaikan langsung kepadamu, hal-hal yang entah
bagaimana membuatku bertahan menjadi sosok yang bodoh dan egois. Bodoh karena
selalu saja menerima pergi dan kembalimu secara sukarela, egois karena berusaha
mati-matian untuk berjuang sendiri.
Untukmu, mohon perhatikan dengan baik
apa yang akan aku katakan. Aku ingin mengatakan aku sayang kamu, iya benar kamu tidak sedang salah membacanya aku
benar-benar menyayangimu. Aku tidak tahu kapan pastinya perasaan itu hadir,
tapi yang aku tahu sampai di detik aku memutuskan untuk menyerah perasaan itu
masih sama seperti saat aku merasakannya untuk pertama kali.
Aku tidak tahu kamu merasakan hal yang
sama atau tidak, karena pada dasarnya kamu tidak pernah mengatakannya dan aku
terlalu pengecut untuk bertanya kepadamu. Aku juga terlalu pengecut untuk
mengutarakan isi hatiku kepadamu, padahal ini sudah zaman emansipasi wanita,
mungkin itu lah kenapa aku ini egois terlalu meninggikan gengsi. Sebab itu lah
kenapa pada paragraf pertama kukatakan aku berjuang sendiri.
Kalau kamu membaca tulisan ini, dan kamu
bertanya alasan kenapa aku bisa sayang sama kamu mungkin kamu tidak akan pernah
menemukan jawaban. Karena aku sendiri tidak pernah tahu kenapa menyayangimu
pada akhirnya menjadi pilihan. Bukankah sayang tidak butuh alasan? Sayang ya
sayang, cukup.
Kita sudah melalui banyak waktu, sudah
setahun berlalu sejak awal perkenalan kita. Kamu pasti tidak menyadarinya, ah
kamu selalu seperti itu. Menurutku setahun bukan waktu yang singkat, meskipun
tidak banyak waktu yang kita habiskan dengan bertemu tatap, mendengar suara
kamu saja rasanya sudah cukup. Aku suka menemani kamu makan, karena aku bisa
memperhatikanmu dari jarak yang dekat. Entah kenapa aku seperti ingin
menghentikan waktu saat didekatmu. Tidak hanya masa bahagia yang kita lalui,
kita juga sudah melalui banyak masa sulit, seperti; kamu yang kerap menghilang
lalu kembali lagi dengan sendirinya, dan aku akan menerima kembalimu dengan senang
hati, selalu begitu.
Aku tidak tahu kenapa kamu gemar
melakukannya, tapi aku tahu kamu pasti memiliki sebuah alasan. Entah dengan
alasan apapun itu, sesalah apapun kamu aku tidak pernah benar-benar bisa
membencimu. Aku pernah mencoba untuk membencimu, namun pada akhirnya rasa benci
itu semakin membawaku menujumu. Kamu pernah menghilang cukup lama, dan saat
kembali kamu berkata ingin berteman lagi. Aku tidak pernah bisa untuk bilang
tidak, dan aku tidak pernah bisa untuk jauh dari lingkaran yang kamu ciptakan.
Karena sejauh ini belum kutemui alasan untuk mengabaikanmu.
Kamu suka minta dibuatkan puisi, bahkan
tanpa kamu minta pun aku suka melakukannya, aku suka menulis apa – apa perihal
kamu. Ah, ternyata aku terlalu banyak menulis. Maaf kalau jadi panjang seperti
ini, sebab perihal kamu tidak pernah ada yang singkat. Setelah sejauh ini; aku
terlalu baik atau aku kurang baik untuk kamu? Maaf jika pada akhirnya aku
memilih menyerah, dan mungkin ini akan jadi tulisan perpisahan, menuliskanmu
terakhir kalinya sebagai bentuk usaha melupakan, melalui tulisan ini kutitipkan
semua yang pernah ada. Biarkan aksara – aksara ini yang menjelaskan betapa
rumit kita, biarkan jeda memberimu ruang untuk sekedar berpikir; Pernahkan ada aku sedikit saja dalam daftar
inginmu? Bukan aku yang ada sekedar untuk menemani sepimu. Biarkan tulisan
ini yang menjadi saksi pada lembar kisah kita, kisah yang berakhir sebelum benar
– benar kita mulai.
Untukmu, tak perlu menjauh atau pergi
lagi. Tak perlu berpikir untuk menjadi orang asing, sebab kita; dua manusia yang di
takdirkan bertemu tetapi tidak untuk bersatu.
Komentar
Posting Komentar