Konspirasi Semesta



Seribu malam lalu, untuk pertama kalinya kita dipertemukan semesta. Pertemuan yang tak terduga, pertemuan yang membuat luka setelahnya. Untuk pertemuan pertama kita, aku berterima kasih kepada semesta, karena sudah dipertemukan dengan pria baik sepertimu. Terima kasih masih bersedia untuk tetap ada, meski berulang kali aku mengecewakanmu. Aku tahu ada perasaan yang tak biasa dalam hubungan kita, seperti rasa nyaman yang kerap kita salah artikan. Tapi perasaan ini bukan kesalahan, perasaan yang tidak pernah menuntut untuk memberi ataupun meminta lebih.
Aku sadar sejak awal kedekatan kita, aku sudah melakukan kesalahan. Di waktu yang bersamaan aku juga dekat dengan pria lain. Aku dekat dengan beberapa pria, pada awalnya pria-pria tersebut sama sepertimu hanya sebatas teman. Namun seiring berjalannya waktu, aku di lema oleh perasaanku sendiri. Aku di lema pada dua hati, jujur saja aku nyaman bersamamu. Tetapi apalah arti kenyamaan ini, jika tak secuil pun ada tindakan nyata sebagai usahamu memenangkan hatiku. Sementara dia, berbanding terbalik darimu. Aku risih saat bersamanya, tetapi dia selalu memberikan tindakan nyata untuk terus berusaha memenangkan hatiku. Dan untuk kesekian kalinya, pada akhirnya aku memutuskan untuk menjatuhkan hati padanya. Dan detik itu mungkin saja aku sudah menghancurkan hati milikmu, tapi apa aku salah melakukannya? Ku rasa tidak, sebab wanita mana pun selalu ingin melihat usaha dari pria yang sedang mendekatinya.
Komunikasi diantara kita mulai berkurang. Kita seperti menjadi orang asing, kita saling menjaga jarak sejak aku memilih untuk bersamanya. Kamu yang mulai mengatur langkah mundur, dan aku yang mulai berjalan maju terbiasa dengannya. Tak pernah sedikitpun ada niat untuk menjauh darimu, aku hanya menjaga apa yang sedang ku miliki saat itu. Aku tidak ingin membuatnya merasa saat bersamaku dibayang-bayangi sosok lain. Sebab, aku tahu benar rasanya menjadi bayangan orang lain.  Hari berganti dan bulan berlalu, hubungan dengannya mulai tidak baik-baik saja. Entahlah aku merasa diagung-agungkan di hadapan siapapun, namun tidak di hadapan masa lalu nya. Dia pria baik tetapi aku merasa tidak baik-baik saja saat bersamanya. Dan selang berjalannya waktu, pada akhirnya hubungan kami berakhir. Aku memutuskan untuk berpisah darinya, karena aku merasa menyakitkan sekali menjadi bayang-bayang masa lalu nya. Ah, aku lupa ini kisah kita. Maaf membawanya kedalam bagian tentang kita.
Tahun berganti, kita sudah tidak seperti dulu lagi. Banyak hal yang berubah, termasuk perasaanmu. Namun, beberapa hari belakangan ini komunikasi diantara kita terjalin kembali. Aku ingin kita selalu seperti ini, aku ingin tetap menjalin hubungan baik denganmu. Tapi aku takut salah satu diantara kita menyalahartikan kedekatan ini. Aku tidak ingin salah satu diantara kita menjadi pihak yang disakiti ataupun menyakiti lagi. Aku takut jadi pihak yang berharap, lalu aku juga menjadi pihak yang menjatuhkan harap. Cukup seperti ini, cukup untuk bisa diterima baik lagi, cukup menjadi teman baikmu. Aku bersyukur atas setiap kebaikanmu, terima kasih karena masih bersedia ada meski pernah tersakiti. Maaf untuk setiap sesal yang pernah terjadi diantara kita.
Untukmu yang berbaik hati menjadikanku satu-satunya, disaat aku menjadikanmu pilihan diantara banyak pilihan. Bersyukurlah sebab semesta memperlihatkan bahwa aku bukan yang terbaik, kelak akan kamu temui dia yang akan ikut berjuang bersamamu. Apabila waktunya tiba, tolong berjuanglah semampu yang kamu bisa, jangan sia-siakan sedetik waktu pun. Sebab kamu tak akan tahu berapa banyak yang bersedia menjadi dirimu, hanya sekedar untuk bisa mendapatkan perhatiannya. Berbahagialah atas setiap waktu yang kelak akan kalian lalui.

Komentar